Alhamdulillah, kita jumpa lagi.
Bagaimana kabar sobat Bunda? semoga sehat dan masih bersemangat untuk menyambut hari-hari yang indah.
Kita mau cerita tentang apalagi nih?
Kemarin ada teman yang bertanya tentang bagaimana cara Bunda mendidik dan membimbing anak-anak?
Wah, sudah lama lho, 27 tahun sudah berlalu, semoga Bunda masih ingat.
Setiap pasangan yang baru menikah, pada dasarnya tak punya teori tentang bagaimana mendidik dan membimbing anak. Bukan hanya itu, bahkan teori berumah tangga pun mereka tidak punya.
Komitmen dan ikatan kasih sayang yang kuat, menjadikan mereka pasangan yang sadar akan tanggung jawab pada keluarga kecil yang mereka bangun.
MEMBANGUN KELUARGA
Membangun keluarga adalah cita-cita banyak orang, dan tentunya semua menginginkan keluarga yang bahagia. Definisi keluarga bahagia pun belum tentu sama bagi setiap orang.
Berikut kiat membangun keluarga bahagia;
- Mengenal karakter pasangan
- Memelihara kasih sayang
- Membuat tata kelola ekonomi
- Berbagi peran dan beban
- Relaksasi dan menikmati waktu kebersamaan
- Keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga
- Bersama dalam ibadah dan kekuatan imanan
Seiring waktu, keluarga kecil ini akan berkembang dengan lahirnya anak-anak yang tentunya selain makin menguatkan komitmen keluarga juga menambah tanggung jawab yang diemban.
Anak adalah anugerah, anak juga titipan dan amanah dari Sang Maha Kuasa kepada pasangan yang disebut orangtua. Kehadiran anak dalam sebuah rumah tangga, sangat dinanti-nantikan sebagai pelengkap kesempurnaan kebahagiaan. Tidak sedikit pasangan yang belum mempunyai anak, akan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan anak. Karena rumah tanpa anak akan terasa sepi dan tidak berwarna.
Oleh sebab itu, Bunda kurang setuju dengan fenomena childfree saat ini, bila yang dimaksud adalah keputusan untuk tidak memiliki anak. Tapi, ini sebatas pendapat Bunda ya, yang tak bisa dipaksakan kepada orang lain.
MENDIDIK DAN MEMBIMBING ANAK
Sejak seorang wanita dinyatakan hamil, seketika itu juga dia harus menyiapkan fisik dan mentalnya untuk menjadi seorang ibu. Peran dan tanggung jawabnya cukup besar untuk bisa mendidik dan membimbing anaknya kelak.
Tak hanya wanita yang memegang peran itu, para pria juga harus menyiapkan diri untuk menjadi pendidik, pembimbing, penjaga sekaligus mencari nafkah yang cukup untuk putra-putrinya.
Jelaslah bahwa mendidik dan membimbing anak merupakan tanggung jawab bersama orang tua yakni ibu dan ayah. Pola yang diterapkan akan sangat menentukan bagaimana kelak setelah dewasa seorang anak dapat tumbuh dan berkembang. Termasuk juga membangun mindset dan pola pikirnya sedari kecil, sekolah hingga dewasa kelak akan banyak terpengaruh.Banyak teori yang muncul tentang bagaimana mendidik dan membimbing anak. Para ahli dengan berbagai metodenya memberi banyak wawasan bagi para orangtua muda untuk menerapkannya pada sang buah hati.
Dari semua teori yang ada, manakah yang terbaik?
Dalam hal ini, Bunda akan melihat dari sisi orangtua, pola seperti apa yang dapat dilakukan dan sesuai dengan karakter mereka.
Otoriter
Cara mendidik otoriter, sesuai namanya, terkesan keras dan kaku. Ada aturan-aturan yang dibuat untuk dipatuhi oleh anak, dimana bila tidak diikuti, maka akan ada hukuman yang diterimanya.
Di satu sisi, dengan cara ini memang bisa membuat anak menjadi lebih mandiri dan disiplin. Namun, di sisi lain anak di kala dia besar, biasanya tidak bahagia, tertekan, dan sering kali memiliki hubungan yang tidak hangat dengan orangtuanya sendiri.
Demokratis
Disini orangtua cenderung memberi anak kebebasan untuk mengemukakan pendapat, walaupun tetap memberikan batasan tegas tentang berbagai peraturan.
Ada dialog, dimana anak akan diberikan penjelasan mengapa harus mematuhi peraturan tersebut. Ada opsi memberi usul dan berdiskusi untuk mencari solusinya, jika anak tidak setuju dengan peraturan yang dibuat.
Dengan demikian, anak menjadi lebih berani untuk mengemukakan pendapat di muka umum. Selain itu, anak juga akan lebih terbuka menerima perbedaan di lingkungannya.
Temporizer
Ada orangtua yang tidak konsisten dalam cara dia mendidik dan membimbing anak. Cara ini dapat membuat anak menjadi bingung karena peraturan yang berubah-ubah. Misalnya dalam satu kasus yang sama, ada saat orangtua bersifat lunak seakan mentoleransi, namun di lain kesempatan menjadi sangat keras.Appeasers / Overprotective
Banyak juga orangtua yang overprotective, merasa khawatir yang berlebihan. Selalu curiga ketika anaknya bergaul dengan anak lain, melakukan kegiatan di luar rumah, atau dekat dengan orang yang dianggapnya asing.
Tipe orangtua ini juga umumnya selalu mendampingi anaknya bila bepergian ke mana pun, bahkan ketika anak sudah menginjak usia dewasa. Akibatnya, anak dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak percaya diri, sulit mengambil keputusan atau berinisiatif.
Ada beberapa kasus, ketika sang anak tertekan dengan situasi tersebut, dia akhirnya justru menjadi pembangkang, berusaha untuk menentang semua peraturan yang diberikan.
Permisif
Pola pengasuhan orang tua yang selanjutnya adalah pola pengasuhan permisif, dimana anak diberi kebebasan tanpa memberikan kontrol sama sekali. Alsan yang dikemukan, sering kali karena khawatir anaknya tertekan dengan aturan yang dibuat, takut anaknya merasa terkekang.
Namun, dengan kontrol yang sangat rendah anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang sulit diatur. Bahkan tak jarang, anak akan lebih sering menjadi sang pengambil keputusan dibanding orangtuanya.
Otoritatif
Dalam cara mendidik otoritatif, orangtua akan memberi kebebasan namun tetap dengan kontrol yang tepat pada anak. Disiplin tetap dibangun melalui aturan yang konsisten namun menjauhi sikap keras dan kaku.
Dengan demikian, anak dapat berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai minatnya. Akan tetapi, ketika anak melakukan kesalahan, orangtua tetap ada untuk mengingatkannya.
Pada akhirnya anak akan tumbuh jadi pribadi yang kreatif, cerdas, dan terbuka pada orangtuanya.
Kembali pada pertanyaan awal, Bunda menerapkan yang mana?
Sejujurnya, proses mendidik dan membimbing anak adalah juga proses orangtua mendidik dan membimbing diri sendiri.
Sejak kami berdua menyatakan diri sebagai orangtua, kami tidak mengenal segala macam teori ini, namun bukan berarti tidak mengetahuinya. Ketika kami sama-sama masih duduk di bangku kuliah, teori tentang karakter manusia sudah kami dapatkan.
Namun, tak semudah itu mendudukkan teori dalam praktek.
Ada tangisan, rengekan, kemarahan/ tantrum, membangkang, beragumentasi dan lain sebagainya yang terjadi sejak anak masih kecil hingga dewasa. Ditambah lagi ada proses kerepotan mengurus rumah tangga, masalah sosial, ekonomi, relationship yang mungkin sedang bermasalah dengan pasangan, masalah pekerjaan dan lain sebagainya.
Akibatnya, sebagai orangtua adakalanya kami otoriter, ada saatnya permisif dan pernah juga overprotective. Dan kami tidak perlu menyalahkan mengapa begini, mengapa begitu. Biarlah semua berjalan apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan.
KESIMPULAN
Mendidik dan membimbing anak adalah seni, yang diasah dan diasuh sejak anak dari dalam buaian hingga nanti ke liang lahat. Tidak ada salah benar dalam pengasuhan, karena hasilnya baru nampak setelah 20-30 tahun sesudahnya.
Besar hati menerima kekurangan ketika mendidik mereka kecil, besar hati meminta ma'af dan dengan besar hati juga memperbaiki yang kurang pas.
Dengan komunikasi dan interaksi yang baik antara orangtua dan anak, semua akan menjadi baik-baik saja. Kuatkan juga dengan dasar agama yang baik, sehingga memperkuat ikatan dan keimanan.
Jangan pernah takut menerapkan cara mendidik yang dirasa paling tepat, namun jangan lupa juga melakukan evaluasi dan perbaikan di sepanjang perjalanan bersama mereka.Jangan menunggu fatal, lalu saling menyalahkan.
Alhamdulillah, sampai sejauh ini, anak-anak sudah masuk usia dewasa, 28 tahun pernikahan, kami cukup nyaman dengan perkembangan mereka.
Mungkin mereka bukan yang terbaik di mata orang lain, tapi merekalah yang terbaik untuk kami.
Merekalah mutiara-mutiara, harta tak ternilai yang kami miliki
Selamat menikmati masa-masa keemasan mendidik dan membimbing anak. Teori boleh digunakan, sepanjang orangtua dan anak-anak sama-sama merasa nyaman dan bahagia.
Semoga sekelumit cerita ini bisa membuat sobat semua merasa tercukupi.
Terima kasih sudah berkenan mampir di Meja Dapur blognya Bunda Dina. Kesan dan pesan sangat diharapkan untuk meramaikan cerita kita tentang mendidik dan membimbing anak.
Jangan lupa kepoin juga instagram dan facebook Bunda ya, selalu ada cerita baru untuk sobat semua.
by. Bunda Dina
Artikel yang keren dan inspiratif kakak... Insya allah akan saya terapkan teori mendidik dan membimbing anak selagi teori tersebut tidak bertentangan dengan perspektif agama saya.
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkenan membaca. Dan selamat berinteraksi, mendidik dan membimbing anak.
DeleteTerima kasih atas infonya, Mbak Dina. Saya jadi lebih aware tentang bagaimana tipe-tipe mendidik anak. Ditunggu artikel berikutnya, ya.
ReplyDeleteTerima kasih Mbak. Mendidik dan membimbing anak bagian dari proses kita mendidik dan membimbing diri sendiri juga sih
DeleteAku br tahu tuh yg temporizer dan overprotective mbak. Semoga saja kita memiliki pengasuhan yang baik sehingga kelak anak2 menjadi pribadi yang baik pula. Aamiin. Mksh ilmunya Mbak.
ReplyDeleteMakasih juga sudah mampir Mbak. Kedua hal yang Mbak sebut, pola temporizer dan overprotective banyak terjadindi sekitar saya, terutama ketika kami tinggal di pelosok daerah. Orangtua cenderung permisif dengan tingkah laku anak, karena takut di cap kampungan. Dan ada yang terlalu mengekang anak karena menganggap orang lain akan membawa dampak buruk bagi anaknya.
DeleteArtikelnya masih fresh dan sarat makna untuk para Ayah Bunda di rumah. Terima kasih telah berbagi.
ReplyDeleteTerima kasih kembali Pak 🙏
DeleteAku pernah jadi ortu yg overprotektif Bun paska anakku sakit COVID gara-gara tertular tetangga. Cuma ya aku pikir-pikir lagi kalo overprotektif nya berlebihan juga ga baik buat tumbuh kembang anak. Terima kasih Bunda, tulisannya bisa jadi wawasan baru bagi saya. Salam kenal ❤️
ReplyDeleteWajar kok kalau ketika ananda sakit kita menjadi over protektif. Namun memang garus di ingat, terlalu di kekangpun tak bagus untuk perkembangan ananda.
Deletesampai anak lelaki saya berumur 6 tahun saat ini, paling sering menggunakan pilihan demokratis dalam mendidik anak, meski terkadang harus otoriter namun biasanya demokratis dahulu jika tidak ketemu, ya menggunakan otoriter.
ReplyDeleteHehe... Biasa begitu kok. Bunda juga sering berubah-ubah dalam menerapkan pola mendidik. Karena praktek kan tak semudah teori
DeleteArtikelnya sangat bermanfaat skli kak apa lg buat calon ayah nantinya khususnya sy suatu saat nnti, semoga sy bisa juga menerapkan prinsif2 yg di tulis kk ini.🙏🙏
ReplyDeleteSantai saja Pak, ikuti naluri, sesuaikan dengan karakter kita dan pasangan. Tidak ada yang sempurna, yang penting komunikasi dan interaksi
DeleteBisa lah ini diterapkan, kelak kalau saya sudah berumah tangga dan punya anak hehe
ReplyDeleteMakasih bunda, buat referensi dan menilai bagaimana pola asuh saya ke anak hehhe..
ReplyDeleteSaya paling ga mau jadi ortu yg permisif, soalnya tampak lebih ke cuek ya bun
Permisif di mata Bunda bukan cueq.
DeleteBunda pernah alami langsung, salah satu anak buah Bunda tegur karena anaknya kedapatan bergaul terlalu bebas. Setelah orangtuanya diajak dialog, ternyata selama ini dia membuarkan karena sering dibilang sebagai orangtua ketinggalan jaman dan kampungan.
Disinilah pentingnya orangtua harus belajar, belajar, belajar dan menjalin komunikasi aktif dengan ananda. Jangan sampai peran orangtua sebagai tempat bercerita, tergantikan oleh teman yang bisa saja menyesatkan.
Kalau orangtua punya wawasan, tentunya akan lebih aware
Selalu pengen melibatkan anak dalam hal apa pun nantinya.....thank you kak. Artikelnya bermanfaat sekali
ReplyDeleteSama-sama Mbak, semoga selalu tercinta interaksi yang menyenangkan dengan ananda
DeleteAku setuju dengan poin "demokratis" kak
ReplyDeleteMengajarkan anak berani nerpendapat sejak ini itu penting loh. Sekalian menimbuhkan keberanian anak. walaupun tetap memberikan batasan tegas tentang berbagai peraturan.
Mendidik dan mengasuh anak, walaupun ada teorinya berjilid2, tetap aja pada praktiknya sangat sulit. Banyak sekali cobaan, hambatan dan rintangan. Apalagi di era globalisasi + pandemi seperti sekarang ini... Semoga kita semua dimudahkan dalam mendidik anak. Allah tidak pernah menyuruh menjadikan anak kita pintar, tapi shaleh!
ReplyDeleteBenar Dok. Sebagai salah satu ortu yang sudah melewati masa-masa golden ages anak-anak, saya kadang bingung sendiri kalau harus menyimpulkan teori mendidik anak. Gak ada pakem khusus yang maknyus, gak ada kata lelah untuk mencoba dengan mengandalkan insting, interaksi dan konunikasi. Hasil akhirnya pun di dapat setelah mereka dewasa
DeleteMengasuh anak itu memang "seni" ya bunda.... Ndak ada pakem khusus, harus begini atau begitu. Semua tergantung komitmen dan tujuan ke depan
DeleteJadi teringat didikan orang tua dan keluarga saya. Meski membekas sedikit ungu, tapi itu yang membuat saya tegar. Setelah baca artikel ini baru paham ternyata masuk yang bagian mana, terima kasih sharingnya Bunda Dina :D semoga sehat selalu dan bisa terus membagikan ilmunya :D
ReplyDeleteSama-sama Mbak... Terima kasih sudah berkunjung
DeleteNah setelah membaca ini, ku piir dulu orang tua ku mendidik kami dengan cara otoriter, oh ternyata ku salah. Justru orangtua ku mendidik dengan otoritatif dan lebih cenderung demokratis.Meski kadang ku pikir ada jiwa kompeninya juga wkwk..maaf ya Bunda jadi curhat. Ternyata anak-anak Bunda udah besar-besar ya?? haduh ku salah
ReplyDeleteTidak ada yang sempurna, menyatukan kemayan dan keinginan, harapan dan kenyataan...
DeleteAsal jangan dibiarkan berlarut bila ada perselsisihan
Kalau inget dulu ortu mendidik saya, sepertinya lebih ke otoritatif kayaknya.
ReplyDeleteAnak anak bunda pasti luar biasa, karena dipola oleh bundanya yang luar biasa. Sehat terus, Bun
Saya bukan ibunya yang sempurna, saya pun tak luput dari khilaf. Emosi dan watak, kadang membelenggu.
DeleteJustru dari pengalaman sulitnya mengendalikan dan mensinkronkan emosi dan keinginan, membuat saya ingin bercerita.
Ibu juga manusia, bisa salah bisa khilaf
Pengalaman saat home visit ke anak anak, memang pola asuh yg di terapkan org tua itu berpengaruh pada karakter anak saat di sekolah
DeleteMasya Allah, Bunda makin produktif ya. Kalau saya orang tua kaku mendidiknya, dan tegas. Tidak ada toleransi dikitpun. Tapi bersyukur karena itu menempa saya
ReplyDeleteTidak ada yang sempurna. Yang paling penting, kita bisa survive dan mengambil hikmah
Deletetampaknya akupun memakai beberapa metode pola asuh di atas kadang pola asuh semasa kecilku juga ke bawa ke anakku padahl itu diluar sadar sih. kok bisa ya?
ReplyDeletetapi sejauh ini memang lebih demokratis aja sih ke anak sebab aku pernah di posisi tidak bis angapa- ngapain dulu semasa kecil jadi rasanya kebebasan itu suatu hal yang istimewa
Anak kan peniru ulung, sadar atau tak sadar. Di tambah lagi pola orangtua sudah kita kenal sejak masih orok, pastilah nempel.
DeleteIt's ok.. Karena pola mengasuh mereka pun, pasti ada yg bagus kan?
huhuhu iya bun, itu alambahwah sadar ku sih yang berperanpadahal aku juga tahu bahw aaku skrg tahu teori yg pas,
Deletemeski bagaimanapun aku selalu menghormati dan mengahrgai bapak ibuk yang sudah mendidik dan membsarkan aku hingga seperti saat ini
Alhamdulillah meski orangtua generasi baby boomer, tpi ga bersikap otoriter ke anak2nya, makanya jadi contoh bgt nih pas udah jdi ortu kyak skrg
ReplyDeleteSebagai orang tua, saya masih meraba-raba dan banyak belajar tentang mendidik dan membimbing anak. Sembari tetap memohon pada Allah, semoga tumbuh kembang mereka tetap ceria sesuai dengan usianya dan menjadi insan yang saleh-saleha
ReplyDeleteSantuy aja... Yang penting semua sesuai koridor, ortu nyaman, anak nyaman... Ditambah komunikasi dan interaksi yang baik, semua akan baik-baik saja.
DeleteKalaupun ada "kegagalan", it's ok... Gak ada yang sempurna
Suka sama bagian, "Jangan pernah takut menerapkan cara mendidik yang dirasa paling tepat". Kadang kala tuh suka ada komentar dari kanan kiri kalau cara mendidiknya berbeda.
ReplyDeleteSemoga kelak kalau aku punya anak bisa memilih pendidikan yang terbaik menurutku dan sejalan dengan pasangan. Dan penting juga si harus selalu belajar dan evaluasi diri biar nggak merasa paling benar.
Iya... Pas itu...
DeleteSetuju sama Bunda, mendidik dan membimbing anak adalah seni yang harus terus diasah. Boleh menerapkan teori manapun, tetapi yang paling memahami anak dan keluarga kita adalah kita sendiri. Terima kasih remindernya untuk selalu evaluasi dan menikmati masa-masa ini. Love you, Bund..
ReplyDeleteSetuju sama Bunda, mendidik dan membimbing anak adalah seni yang harus terus diasah. Boleh menerapkan teori manapun, tetapi yang paling memahami anak dan keluarga kita adalah kita sendiri. Terima kasih remindernya untuk selalu evaluasi dan menikmati masa-masa ini. Love you, Bund..
ReplyDeleteLove you too...
DeleteSemoga kita semua bisa mengambil hikmah dan terus semangat untuk belajar & berusaha
Banyak pilihan buat mengasuh anak, ya. Semoga nanti bisa jadi orang tua yang sabar dan terus belajar untuk membimbing anak.
ReplyDeleteDuh.. Jadi belajar Ilmu parenting,,, makasih bun, aku jadi banyak referensi nih heheh
ReplyDeleteOh iya sebagai orang tua aku juga emang kadang-kadang memperlakukan berbagai macam pola pengasuhan kepada anak-anak, rerata hampir semua pola pernah kami terapkan pada anak-anak.
ReplyDeleteaku pun mba, krna ga bisa nerapin sama persis, tetep harus disesuaikan dgn kondisi anak dan visi misi keluarga yaa
DeleteMasya Allah... Keren sekali ini tulisannya kak.. terima kasih sudah menulis ulasannya sangat bermanfaat dan bisa bikin lebih aware terhadap pendidikan anak
ReplyDeleteMasyaallah, alhamdulillah diingatkan kembali bahwa mendidik anak itu memang seni. Tidak ada yang baku dalam seni, hanya berusaha semaksimal mungkin.
ReplyDeleteBtw, infografisnya lucu-lucu bun.
Masyaa Allah bunda.. Serasa diingatkan lagi lagi dan lagi untuk semangat dalam mendidik anak..
ReplyDeleteIngat lagi, kalau anak saat dewasa pasti punya kesibukannya sendiri, dan haru menjaganya saat masa kecilnya ini :)
Karena seni maka harus ada cita rasanya. Dan ilmu mendidik itu bukan ilmu pasti, harus a, atau b atau c.. Mengikuti teori boleh saja, tapi nggak bisa 100 % benar, tepat atau sesuai karena setiap anak itu beda dan unik.
ReplyDeleteaku sering merasa otoriter nih bun walaupun aku nggak ngasih hukuman apa2. cuma pengen anak nurut aja huhu
ReplyDeletetiap malem aku selalu introspeksi bun, udah bener belum ya? hari ini apa aja ya yang kesalahanku ke anak?hiks
ReplyDeletemakasih sharingnya bun
yang aku tahu, parenting itu nggak ada pakemnya nggak ada yg pasti ya mbak. itulah kenapa kita ortu harus pandai bongkar pasang teori, karena belum tentu itu masuk ke goal keluarga, semangat yuk
ReplyDelete